Archive for 2010

TEKNOLOGI PADI ORGANIK NASA DENGAN METODE SRI

by 1


Oleh : Agus Budi Setyono


Pola SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, asal Prancis. Metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.
Hasil metode SRI sangat memuaskan. di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.
Budidaya padi organik dengan teknologi NASA yang dipadukan dengan sistem pola SRI tergantung dari cara pengelolaan tanaman. Ada 5 dasar  praktis yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. menggunakan bibit muda
2. jarak tanam yang lebar dengan bibit tunggal
3. mempertahankan tanah basah tapi tidak menggenang
4. mempertinggi soil organik dengan teknologi organik NASA
5. sirkulasi dalam tanah terjaga semaksimal mungkin
Pengolahan Tanah
 
Gb 1. Pembalikan dengan Kerbau        Gb 2. Pembalikan dengan Traktor                                                                                             

Pada prinsipnya pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus serta ketersediaan air. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka makin banyak unsur hara dalam butiran tanah yang lunak dan halus atau sering disebut koloid yang dapat larut, sehingga berakibat makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman. Oleh karena itu, bila pengolahan tanah sawah makin sempurna, maka makin halus tanah tersebut sehingga jumlah koloid tanah makin banyak. Akibatnya unsur hara yang terikat akan makin banyak sehingga tanah makin subur.
Langkah awal pengolahan sawah yaitu memperbaiki pematang sawah dengan meninggikan dan menutup lubang-lubang yang ada di pematang sawah (istilah jawa “ tembok “ ). Selanjutnya tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi atau kerbau. Tujuan pembajakan adalah untuk pembalikan tanah, memberantas gulma, hama penyakit terbawa tanah, serta membenamkan dan mnguraikan biji-biji padi yang tertinggal dalam tanah. Menurut pengalaman petani padi organik, cara pembajakan secara tradisonal dengan kerbau memberikan hasil lebih baik karena mata bajak tradisional akan lebih dalam masuk ke dalam tanah sehingga pengolahan menjadi lebih sempurna. Tingkat kedalaman pengolahan tanah ada hubungannya dengan produktivitas seperti tamapak pada tabel 1
 Tabel 1. Pengaruh Kedalaman Pengolahan Tanah Terhadap Hasil Panen
Kedalaman Pengolahan Tanah ( cm )
Hasil Panen ( gr / rumpun )
8
12,4
12
18,2
16
20,8
20
23,2
24
26,4
28
27,9
32
27,5
Sumber :  Siregar, 1987 dalam Handoko, 2002
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa makin dalam pengolahan tanah maka makin bagus produktivitas padinya. Namun pada kedalaman tertentu yaitu 32 cm hasilnya justru menurun. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan top soil yang merupakan lapisan tanah subur memang terbatas. Pengolahan tanah terbaik adalah pada kedalaman sekitar 30 cm. Setelah dibajak dibiarkan selama seminggu dalam keadaan tergenang air agar proses pelunakan tanah berlangsung sempurna. Seminggu kemudian tanah dapat dibajak kembali agar bongkahan tanah menjadi kecil. Pada pembajakan yang kedua, pemberian pupuk kandang atau kompos 2 - 3 ton ditambah SUPERNASA GRANULA sebanyak 50 kg atau SUPERNASA sebanyak 3 – 5 kg serta dolomite 300 – 500 kg (tergantung tingkat keasaman tanah) per ha. Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan cara ditaburkan merata ke seluruh permukaan lahan (sebaiknya dibiarkan 2 - 4 hari), kemudian tanah dibajak agar menyatu dengan pupuk dasar. Lahan yang sudah dibajak kedua kalinya dibiarkan tergenang kembali selama 3 - 5 hari. Kemudian dilakukan penggaruan dengan cara tradisional ( kerbau dan sapi ) atau cara modern ( traktor ). Penggaruan bertujuan agar tanah menjadi rata dan rerumputan yang masih tertinggal dapat terbenam ke dalam tanah. Setelah itu, lahan dilakukan proses pelumpuran menjadi lumpur halus dengan cara menginjak-injak tanah dan menarik dengan pelepah pisang dan biarkan 3 - 5 hari untuk siap ditanami.
Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan,buatlah parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.
Persiapan Bibit
Tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan secara organik. Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, tetapi umumnya padi hibrida hanya tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Tanpa pupuk kimia, padi tersebut tidak akan tumbuh subur dan berproduksi optimal.
Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas lokal atau alami tanpa rekayasa genetik seperti rojolele, mentik wangi susu, dan pandan wangi.
Kebutuhan benih mentik wangi susu dengan model SRI adalah 5-10 kg per hektar lahan. Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam POC NASA dosis 2 tutup / 10 liter air selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik atau kompos (1:1) didalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm selama 7 hari. Setelah umur 10 - 15 hari benih padi sudah siap ditanam. Atau benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati-hati ke permukaan tanah persemaian yang sudah disiapkan. Usahakan benih tersebar merata dan tidak tumpang tindih. Benih tidak perlu harus terbenam ke dalam tanah. Biasanya benih yang terbenam justru dapat terinfeksi pathogen penyebab busuk kecambah.

                                                                                      
Gb 3. Perendaman dengan larutan air garam + POC NASA                                   







       Gb 4. Bibit siap tanam umur 10 – 15 hari

Penanaman
Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 10 - 15 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa.) atau kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang.
Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal, yaitu satu lubang tanam diisi satu atau dua bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2 - 3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L).
Gb 5. Penanaman dengan 1-2  bibit per lubang tanam

Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah dengan jarak tanam sistem tegel, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm dan jarak tanam sistem Jajar Legowo 2:1 atau 4 : 1 seperti yang tertera dalam gambar 11 dan 12. Sitem Jajar legowo 2:1, artinya setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. Jajar Legowo 2 : 1 (40 cm x (20 cm x 10-15 cm)) adalah salah satu cara tanam pindah sawah yang memberikan ruang (barisan yang tidak ditanami) pada setiap dua barisan tanam, tetapi jarak tanam dalam barisan lebih rapat yaitu 15 cm tergantung dari kesuburan tanahnya.
Pada tanah yang kurang subur kebiasaan petani tanam cara tegel 20 cm x 20 cm, menggunakan jarak tanam dalam barisan 10 cm. Pada tanah dengan kesuburan sedang kebiasaan petani tanam cara tegel 22 cm x 22 cm, jarak tanam dalam barisan 12, 5 cm. Pada tanah yang subur 25 cm x 25 cm, jarak tanam dalam barisan 15 cm.
Sedang Jajar legowo 4:1, artinya setiap empat baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian seterusnya. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak tanam yang ditengah.
Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak.
Tujuan dari cara tanam jajar legowo adalah :
1.      Memanfaatkan radiasi surya bagi tanaman pinggir.
2.      Tanaman relatif aman dari serangan tikus, karena lahan lebih terbuka.
3.      Menekan serangan penyakit karena rendahnya kelembaban dibandingkan dengan cara tanam biasa.
4.      Populasi tanaman bertambah sesuai tipe jajar legowo yang digunakan
5.      Pemupukan lebih effisien.
6.      Pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah dilakukan dari pada cara tanam biasa.
Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bisa mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal.
             
Gb 6 Jarak Tanam Sistem Legowo 4:1                                         Gb 7. Jarak Tanam Sistem Legowo 2 : 1

Pengolahan Tanah Ringan
Pengolahan tanah ringan atau penyiangan pertama dilakukan pada umur 15-20 hari setelah tanam dengan  menggunakan alat “ sosrok “ ( istilah jawa ), yaitu semacam garpu kayu bergigi paku yang sudah ditumpulkan selebar 15 cm dan bertangkai. Ujung sosrok diarahkan ke tanah di sekitar tanaman dan ujung lainnya dipegang petani. Dengan gerakan maju mundur sambil sedikit ditekan, tanah di sela tanaman akan menjadi gembur oleh ujung sosrok. Bila setelah penyiangan pertumbuhan padi tampak tidak merata maka dilakukan penambahan pupuk majemuk agar pertumbuhan vegetatif padi optimal beranak banyak dan berbatang kuat.
Padi umur 30-35 hari dilakukan penyiangan kedua, bila padi tumbuh segar, hijau dan batangnya kokoh maka setelah penyiangan tidak perlu dilakukan pemupukan tambahan

Gb 8. Pengolahan tanah ringan dengan alat sosrok

Pemupukan Setelah Tanam
Pada umumnya budidaya padi organik tidak menggunakan pupuk kimia. Seluruh pupuk yang digunakan berupa pupuk organik, mulai dari pemupukan awal atau dasar hingga pemupukan susulan. Pupuk tersebut dapat berbentuk padat yang diaplikasikan lewat akar maupun cair yang diaplikasikan lewat daun. Kalau seperti ini dilakukan terus menerus, maka produktivitasnya akan rendah. Padahal secara garis besar untuk produktivitas tanaman membutuhkan unsur hara dari berbagai sumber, yaitu :
1.      Kandungan unsur hara alamiah tanah setempat. Tanah secara alami telah mengandung lengkap unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
2.      Pemberian pupuk an-organik/kimia ( terutama unsur makro ). Pada tanah-tanah yang normal ( tidak rusak ) sebenarnya hanya membutuhkan pupuk kimia +  30 % hingga 50 % saja dari rata-rata dosis rekomendasi sekarang
3.      Pemberian pupuk organik (terutama unsur mikro). Dengan memperhatikan kondisi tanah pertanian di Indonesia, ternyata masih terdapat sisa deposit unsur makro dari timbunan sisa pupuk kimia yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di sinilah peran sebenarnya pupuk organik, yang salah satu fungsinya bisa melarutkan sisa-sisa residu pupuk kimia.
Melihat kebutuhan unsur hara untuk produktivitas tanaman tersebut, maka pemupukan yang dilakukan maka harus seimbang antara unsur makro dan unsur mikro atau biasa kita sebut umak umik. Unsur hara makro ( umak ) seperti C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S, sedang unsur hara mikro seperti Fe, Cl, B, Mn, Na, Zn, dan Cu. Biasanya unsur hara ini dikenal dengan unsur hara essensial. Unsur hara ini diperlukan dalam jumlah yang berbeda satu sama lain. Walaupun berbeda dalam jumlah kebutuhannya namun dalam fungsi pada tanaman, masing-masing unsur sama pentingnya dan tidak bisa mengalahkan atau menggantikan satu sama lainnya. Dalam hal ini masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan peran khusus sendiri-sendiri terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga jika terjadi kekurangan satu jenis unsur hara saja akan mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jadi umak-umik tersebut jika pada manusia ibarat menu makanan 4 sehat (karbohidrat, daging, sayuran, dan buah) 5 sempurna (susu) yang masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri.
Pemupukan yang dilakukan pada budidaya padi organik NASA dengan mengkombinasikan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah yang seimbang, terutama pada pemupukan susulan. Penggunaan pupuk makro dikurangi 50-75 % dari dosis rekomendasi ditambah pupuk organik NASA baik padat maupun cair, serta tanpa menggunakan pestisida kimia tetapi pakai pestisida alami dari ekstrak berbagai tanaman dan musuh alami.

Gb 9. Pemupukan Susulan dengan NPK dan Penyemprotan Pupuk Organik NASA

Pemupukan susulan dilakukan umur 15-20 hari setelah tanam dengan UREA = 50 kg dan NPK = 50 kg, umur 40-50 hari setelah tanam NPK = 50 kg ditambah  POWER NUTRITION sebanyak 2,5 – 5 kg per ha. Penyemprotan POC NASA dan HORMONIK dilakukan pada umur 15, 30 dan 40 - 45 hari setelah tanam dengan dosis 4 - 6 tutup POC NASA + 1 - 2 tutup HORMONIK atau dengan 1 sachet GREENSTAR per tangki ukuran 14 - 17 liter.
Pengelolaan Air dan Penyiangan
Meskipun secara umum air yang tergenang dibutuhkan padi sawah, namun ada saatnya sawah harus dikeringkan agar pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi baik. Itulah sebabnya pemasukan dan pengeluaran air harus dilakukan. Tanaman padi memang butuh air tetapi kebutuhan airnya harus dikelola dan diatur sesuai kebutuhan tanaman.
Berdasarkan uji coba yang kami lakukan, diketahui bahwa tanaman padi bukanlah tanaman air, tetapi tanaman darat (terestrial) yang dalam pertumbuhannya membutuhkan air. Karena itu dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bisa tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak-banyaknya.

 
                       Gb 10. Kondisi air tergenang 2-3 cm
Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut :
  1. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”, agar transfer oksigen ke tanah terus berjalan dan aman dari gangguan keong emas.
  2. Sesudah padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
  3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
  4. Umur 19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
  5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen).
  6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT ( Pengelolaan Hama Terpadu ). Dengan sistem ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan pestisida organik berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami dan musuh alami yang berasal dari jamur dan virus untuk menghalau hama, seperti wereng, penggerek batang, walang sangit, keong mas dan burung. Untuk mencegah hama tersebut semprotkan PESTONA dan BVR secara selang seling tiap 1-2 minggu sekali.
Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “sosrok”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan organik tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan relatif banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.
Hama Penggerek Batang Padi ( PBP )
Penyebab :
Penggerek batang padi kuning (Tryphoryza incertulas), penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang padi putih (Tryphoryza innotata), dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens).
Biologi Hama :
Penggerek batang adalah hama yang ulatnya hidup dalam batang padi. Hama ini berubah menjadi ngengat berwarna kuning atau coklat; biasanya 1 larva berada dalam 1 anakan. Ngengat aktif di malam hari. Larva betina menaruh 3 kelompok telur sepanjang 7-10 hari masa hidupnya sebagai serangga dewasa. Kelompok telur penggerek batang kuning berbentuk cakram dan ditutupi oleh bulu-bulu berwarna coklat terang dari abdomen betina. Setiap kelompok telur mengandung sekitar 100 telur.
           
Gejala Serangan :
Keempat jenis PBP ini mempunyai cara hidup dan gejala kerusakan yang ditimbulkan hampir persis sama. Liang-liang gerek yang dibuat larva (ulat) dapat memutuskan perjalanan air dan unsur hara dari akar sehingga dapat melemahkan tanaman padi.
Kerusakan yang timbul tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada fase Vegetatif (pembentukan batang, daun, dan anakan), maka daun tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuhnya dimakan. Pucuk yang mati akan berwarna coklat dan mudah dicabut. Gejala ini biasa disebut Sundep. Pada fase generatif (pembentukan malai), maka malai akan mati karena pangkalnya dikerat atau digerek oleh larva. Malai yang mati akan tetap tegak, berwarna abu-abu putih dan bulir-bulirnya hampa. Malai ini mudah dicabut dan pada pangkalnya terdapat bekas gigitan larva. Gejala ini biasa disebut Beluk.         
Penggerek batang dapat menyebabkan merosotnya hasil padi karena anakan yang rusak oleh sundep tidak dapat menghasilkan gabah.

Cara pengendalian :
v  Tanam secara serempak, selisih waktu tanam jangan melewati 3 -4 minggu
v  Buang tunggul-tunggul jerami segera setelah panen dengan cara membenamkan waktu pengolahan tanah atau memotong tunggul tersebut persis di permukaan tanah.
v  Hindari kelebihan pemakaian pupuk N (Urea, ZA)
v  Buang bibit padi yang mengandung telur PBP sebelum penanaman dengan menyayat ujung helaian daun sebelum pindah tanam
v  Pembibitan, semprotkan Natural BVR pada umur 7 - 10 hari.
v  Semprotkan BVR / PESTONA pada umur 10 - 15 hari setelah tanam dan setiap 1 - 2 minggu sekali diselang seling.

WALANG SANGIT ( Leptocorriza accuta )

Gejala Serangan :
Nimfa dan imago menghisap bulir padi pada fase masak susu dan menghisap cairan batang padi. Walang sangit tidak melubangi bulir pada waktu menghisap, tetapi menusuk melalui rongga di antara lemma dan palea. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi menjadi mengecil tetapi jarang yang menjadi hampa karena walang sangit tidak dapat mengosongkan seluruh biji yang sedang tumbuh.
Biologi Hama :
Tubuh imago ramping dengan antena dan tungkai relatif panjang, warna hijau kuning kecoklatan dan panjang 15-30 mm. Walang sangit menjadi aktif kalau datang musim hujan. Walang sangit selama satu sampai dua generasi hidup pada gulma, kemudian pindah ke tanaman padi pada fase pembungaan. Kalau diganggu akan terbang sambil mengeluarkan bau yang menyengat. Imago betina meletakkan telur sebanyak 200-300 butir. Peletakan telur pada saat padi berbunga, menetas 5-8 hari setelah diletakkan. Stadium nimfa 17-27 hari terdiri dari 5 instar.
Cara Pengendalian :
v  Tanam serempak
v  Penggunaan musuh alami seperti laba-laba, tetabuhan, Beuaveria bassiana ( BVR )
v  Penyemprotan PESTONA


Hama Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck)                                       
Mulanya binatang itu didatangkan sebagai biota air tawar yang lucu dan menggemaskan. Itulah keong- keong emas dari genus Pomacea. Keong itu hadir di Indonesia pada tahun 1980-an. Keong-keong itu lalu banyak menghuni akuarium-akuarium di rumah-rumah atau kantor. Lucu dan menggemaskan.
Tak butuh waktu lebih dari lima tahun ketika akhirnya kegemparan datang dari para petani di Sukabumi dan Tangerang. Lahan sawah subur mereka diserang keong. Pada 1984 mulai ramai istilah keong emas.
Keong-keong itu tak lucu lagi tak pula menggemaskan. Sebaliknya, memunculkan horor dan teror karena merusak padi.
Peneliti moluska air tawar pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ristiyanti Marwoto, menyebut tak semua jenis keong dari genus Pomacea menjadi hama. Yang sudah diidentifikasi yaitu Pomacea canaliculata—dari Brasil, negara tropis yang banyak kemiripannya dengan Indonesia.
Tak hanya Indonesia, keong yang mulanya dipelihara sebagai binatang piaraan itu telah menjadi hama pertanian di Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Filipina, hingga Korea Selatan. Seperti di Indonesia, upaya pemberantasan keong sebagai hama di negara-negara itu tak juga tuntas.
Di sawah, keong-keong itu tak hanya berwarna keemasan, tetapi juga kecoklatan dan kehijauan. Cirinya adalah menempelkan ratusan telurnya di batang- batang padi, tanaman liar, atau tanaman lainnya.
Kepala Puslit Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono menyatakan, keong-keong emas impor itu adalah salah satu jenis tanaman asing invasif. ”Penjajah” dari negeri asing.
Gejala Serangan:
Keong mas memakan tanaman padi muda serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal.

Cara Pengendalian :
v  Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama setelah tanam dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung) dengan PESTONA tiap minggu sekali. Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.
v  Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen untuk pakan bebek.
v  Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa meletakkan telurnya.
v  Tempatkan dedaunan dan pelepah pisang untuk menarik perhatian keong agar pemungutan keong lebih mudah dilakukan.
v  Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat menekan kerusakan. Buat saluran-saluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) untuk memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik fokus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk pindah tanam dan 21 hari pertama untuk tabela).
v  Tempatkan tanaman beracun misalnya daun eceng (Monochoria vaginalis), daun tembakau, dan daun Kalamansi pada bidang-bidang sawah atau di saluran-saluran kecil.
v  Tempatkan penyaring dari kawat atau anyaman bambu pada saluran keluar dan masuk irigasi utama untuk mencegah masuknya keong dari lahan lain. Manfaat dari tindakan ini agak terbatas karena kebanyakan keong mengubur dirinya sendiri dan “hibernasi” (tidur lama) di sawah ketika tanah mengering.

ANALISIS USAHA TANI

by 1



Budidaya padi organik NASA tidak hanya aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia, tetapi secara ekonomis juga lebih menguntungkan dibanding budidaya padi non-organik. Berikut ini disajikan perbandingan analisis usaha budidaya padi mentik wangi susu organik NASA dan non-organik. Dengan membandingkan hasil analisis dari kedua cara budidaya tersebut maka petani dapat menyimpulkan sendiri suatu cara budidaya yang terbaik. Analisis usaha dibuat dengan luasan lahan 1 hektar, Varietas Lokal mentik wangi susu. Harga yang digunakan berlaku untuk daerah Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada tahun 2011.

BIAYA OPERASIONAL
            Biaya operasional budidaya padi organik NASA pola SRI  dan non-organik merupakan biaya yang dikeluarkan selama budidaya padi yang meliputi biaya sarana produksi ( benih, pupuk, dan pestisida ) dan biaya tenaga kerja serta sewa lahan. Adapun biaya operasional tersebut dapat dilihat pada table 6. Pada table 6 tersebut dapat dilihat bahwa biaya operasional mulai penyediaan benih dan pupuk organik dan pestisida pada padi organik NASA pola SRI dan non organik tampak berbeda. Perbedaan tampak jelas pada pemupukan, yaitu penggunaan pupuk kandang, Dolomit  dan SUPERNASA sebagai pupuk dasar pada padi organik NASA pola SRI, sedang pada padi non organic sama sekali tidak menggunakan pupuk dasar. Namun justru pada pemupukan susulan pada budidaya padi non – organik lebih banyak pupuk makronya dibanding padi organik NASA pola SRI. Perbedaan mencolok lainnya pada penggunaan pestisida kimia pada budidaya padi non – organik lebih tinggi dibanding padi organik NASA yang menggunakan pestisida alami. Sementara untuk biaya tenaga kerja tidak ada perbedaan yang cukup berarti, hanya terjadi pada pemupukan dan panen.
Secara keseluruhan biaya opersional budidaya padi organik NASA pola SRI per ha adalah Rp 7.967.500,- dan non – organik adalah Rp  8.150.000,- . terjadi penghematan sebesar Rp 182.000,- untuk budidaya padi organik NASA pola SRI.





Tabel 6. Analisis Usaha Budidaya Padi Mentik Wangi Susu Sawangan per ha









KOMPONEN BIAYA
HARGA
ORGANIK NASA SRI
AN-ORGANIK

No
per satuan
VOLUME
BIAYA
VOLUME
BIAYA


A. BIAYA SARANA PRODUKSI
 ( Rp )


( Rp )


( Rp )

1
Sewa Lahan
   3.000.000
1
ha/musim
     3.000.000
1
ha/musim
     3.000.000

2
Benih
         10.000
10
kg
         100.000
30
kg
         300.000

3
SUPERNASA
@ 250 gr
         35.500
15
botol
         532.500
 -
 -
 -

4
POC NASA
@ 500 ml
         26.000
10
botol
         260.000
 -
 -
 -

5
HORMONIK
@ 100 ml
         21.750
10
botol
         217.500
 -
 -
 -

6
POWER NUTRION @ 500 gr
         89.000
5
botol
         445.000




7
Pupuk Kandang
( Kompos )
               100
 2.000
kg
         200.000
 -
 -
 -

8
Pupuk UREA
           1.800
50
kg
           90.000
200
kg
         360.000

9
Pupuk NPK
           2.000
100
kg
         200.000
250
kg
         500.000

10
DOLOMIT
           2.400
250
kg
         600.000
500
kg
     1.200.000

11
PESTONA
         29.500
5
botol
         147.500
 -
 -
 -

12
BVR
         21.000
5
kotak
         105.000
 -
 -
 -

13
PESTISIDA KIMIA
         70.000
 -
 -
 -
10
botol
         700.000


Sub total A



     5.897.500


     6.060.000


B. TENAGA KERJA








1
Persiapan Olah Lahan
         17.500
5
HOK
           87.500
5
HOK
           87.500

2
Luku Garu ( Traktor )
       500.000
1
Unit
         500.000
1
Unit
         500.000

3
Tanam
         15.000
30
HOK
         450.000
30
HOK
         450.000

4
Pemupukan
         20.000
5
HOK
           100.000
7
HOK
           140.000

5
Penyiangan
         20.000
20
HOK
         400.000
20
HOK
         400.000

6
Penyemprotan
         20.000
4
HOK
           80.000
5
HOK
           100.000

7
Panen
         20.000
22
HOK
         440.000
20
HOK
         400.000


Sub total B



     2.070.000


     2.090.000


Total Biaya  (A + B)



     7.967.500


     8.150.000












PENDAPATAN ORGANIK NASA
           4.000
 8.000
kg
   32.000.000





PENDAPATAN
AN-ORGANIK
           3.500



 6.000
kg
   21.000.000


KEUNTUNGAN



  24.032.500


  10.580.000


B/C Ratio 



                4,02


2,58













HOK = Hari Orang Kerja

Catatan :  
  1. Analisis usaha tani tergantung dari kondisi tanah, iklim, harga ( saprodi, upah tenaga kerja dan sewa lahan ) dan sumber daya manusia ( skill ) di daerah setempat
  2. Keuntungan akan bertambah, jika sewa lahan tidak dihitung karena milik sendiri, serangan hama penyakit berkurang dan tenaga kerja sebagian dikerjakan sendiri

PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN

Hasil analisis tabel 6 diperoleh data bahwa setiap hektar sawah mampu menghasilkan gabah kering giling ( GKG ) sebanyak 8.000 kg untuk padi organik NASA pola SRI dan 5.000 kg untuk padi non – organik. Harga GKG  untuk padi organik NASA dihargai Rp 4.000,- dan padi non – organik dihargai Rp 3.500,-. Sehingga pendapatan kotor padi organik NASA sebanyak 8.000 kg x Rp 4.000,- = Rp 32.000.000,-, sedang yang padi non – organik sebanyak 6.000 kg x Rp 3.500,- = Rp 21.000.000,-, sehingga dengan teknologi padi organik NASA ada selisih pendapatan kotor sebesar Rp 32.000.000 – Rp 21.000.000 = Rp 11.000.000,-. Setelah digiling menjadi beras, maka dihasilkan beras padi Organik NASA sebanyak = 70 % x 8.000 kg = 5.600 kg / ha. Bila harga beras organik NASA  Rp 9.500,- / kg, maka pendapatan kotor beras organik NASA sebesar = 5.600 x Rp 9.500 = Rp 53.200.000,-. Sedang padi non – organik jika dijadikan beras sebanyak = 65 % x 6.000 kg = 3.900 kg / ha. Harga beras non organik lebih rendah yaitu Rp 8.500 / kg, sehingga pendapatan kotor beras non – organik sebesar = 3.900 x Rp 8.000 = Rp 31.200.000,-, sehingga keuntungan bertani padi organik NASA sebesar Rp 53.200.000 – Rp 31.200.000 = Rp 22.000.000,- / ha. Jika dikurangi dengan biaya operasional, maka keuntungan padi organik  NASA  dari hasil penjualan gabah kering panen adalah pendapatan kotor GKG – biaya operasional = Rp 32.000.000 – Rp 7.967.500 = Rp 24.032.000,-, sedangkan keuntungan padi non – organik adalah pendapatan kotor GKG – biaya operasional = Rp 21.000.000 – Rp 8.150.000 = Rp  10.580.000,-, jadi ada selisih keuntungan BERSIH budidaya padi organik NASA GKG sebesar  Rp 24.032.000 – Rp 10.580.000 = Rp 13.452.500. Jika diwujudkan dalam beras, maka keuntungan akan lebih besar lagi. Keuntungan padi organik NASA  dalam wujud beras adalah pendapatan kotor beras padi organik NASA – biaya operasional = Rp 53.200.000 – Rp 7.967.000 = Rp 45.233.000,-, sedang keuntungan padi non – organik dalam wujud beras adalah pendapatan kotor beras non organik  – biaya operasional  = Rp 31.200.000 – Rp 8.150.000 = Rp 23.050.000, jadi selisih keuntungan bersih jika diwujudkan beras budidaya padi organik NASA adalah Rp 45.233.000 – Rp 23.050.000 = Rp 22.183.000.

ANALISIS FINANSIAL
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usaha budidaya padi secara organik NASA dengan pola SRI dibandingkan budidaya padi non - organik. Pembahasan mengenai analisis finansial terdiri dari BEP ( break even point) , B/C ( benefit cost)  ratio dan ROI ( return of investment ).
  1. Beras Organik NASA
a.       BEP ( break even point )
Suatu usaha budidaya dikatakan pada titik BEP berate besarnya hasil sama dengan modal yang dikelurkan atau sering disebut titik impas usaha atau balik modal. Perhitungan BEP ada dua, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi.

                                          Biaya operasional        Rp 7.967.500
BEP Volume produksi  = -----------------------  =  -----------------    =  1.991,9 kg
                                          Harga produksi           Rp 4.000 / kg

Artinya, titik balik modal usaha budidaya padi organik NASA pola SRI akan tercapai pada tingkat volume produksi sebanyak 1.991,9 kg GKG per ha untuk sekali panen dengan harga Rp 4.000,- / kg

                                          Biaya operasional        Rp 7.967.500
BEP harga produksi     =  -----------------------  =  -----------------    =  Rp 995,9 / kg
                                          Jumlah produksi          8.000 kg

Artinya, titik balik modal tercapai bila harga gabah kering giling beras organic NASA yang diperoleh dijual dengan harga Rp 995,9 / kg dengan produksi 8.000 kg per ha.
                                      
b.      B/C ( benefit cost ) ratio
B/C ratio merupakan suatu ukuran perbandingan antara hasil penjualan ( pendapatan ) dengan biaya operasional. Bila nilai yang diperoleh lebih dari satu maka usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. Namun bila, kurang dari satu maka usaha tersebut dikatakan tidak layak.

                       Hasil Penjualan                      Rp 32.000.000                              
B/C ratio   =  --------------------------           =  ---------------------      =  4,02
                       Biaya Operasional                   Rp   7.967.500

Artinya, dari biaya yang dikeluarkan akan dioperoleh hasil penjualan sebesar 4,02 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan.

c.       ROI ( return of investment )
Analisis ROI digunakan untuk mengetahui effiensi penggunaan modal, yaitu ukuran perbandingan antara keuntungan dengan biaya operasional.

                             Keuntungan                                   Rp 24.032.500
ROI           =  -------------------------- x 100 %         =  ---------------------- x 100 %
                         Biaya Operasional                              Rp   7.967.500
                  =  301,6 %

Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100,- akan dihasilkan keuntungan sebesar Rp 301,6  sehingga penggunaan modal untuk usaha ini sangat effisien.
  1. Beras non – organik
a.       BEP ( break event point )

     Rp 8.150.000
BEP volume produksi       =  -------------------        =  2.328,6 kg
                                               Rp  3.500 / kg

Artinya, titik balik modal usaha budiaya padi non – organik akan tercapai pada tingkat volume produksi sebanyak 2.328,6 kg untuk sekali panen per ha

                                               Rp 8.150.000
BEP harga produksi          =  -------------------        =  Rp 1.358,3 / kg
                                                   6.000 kg

Artinya, titik balik modal tercapai bila harga GKG padi non – organik yang diperoleh dijual dengan harga Rp 1.358,3 / kg.

b.      B / C ( benefit cost ) Ratio

     Rp 21.000.000
B / C ratio             =  --------------------       =  2,58
                                    Rp  8.150.000

Artinya, dari biaya yang dikeluarkan akan diperoleh hasil penjualan sebesar 2,58 kali lipat, sehingga juga sangat layak diusahakan

c.       ROI ( return of investment )

     Rp 10.580.000
ROI           =  -------------------- x 100 %     =   129,8 %
                       Rp   8.150.000

Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100  akan dihasilkan keuntungan sebesar Rp 129,8 sehingga penggunaan modal untuk usaha ini juga effisien.

Dari hasil analisis financial, dapat disimpulkan bahwa budidaya padi organik NASA pola SRI masih lebih layak dibanding padi non – organik. Hal ini dapat dilihat dari titik impas volume dan harga produksi GKG padi organic NASA jauh lebih kecil dibanding GKG padi non – organik serta hasil produksi gabah dan berasnya pun lebih tinggi yang padi organik NASA dibanding padi non – organik.
Untuk perhitungan B / C ratio dan ROI, budidaya padi organic NASA masih jauh lebih besar dibanding non – organik, yaitu 4,02 ( keuntungan hampir 4 kali lipat ) dan 2,58 ( keuntungan dua setengah kali ). Sementara untuk ROI padi organic NASA diperoleh angka 301,6 % dan pada padi non – organik sebesar 129,8 %. Angka ini menunjukkan keuntungan yang diperoleh dari budidaya padi secara organik NASA pola SRI hampir dua setengah kali lipat keuntungan budidaya padi non – organik. Sehingga modal usaha akan lebih cepat kembali pada budidaya padi secara organic NASA pola SRI.
Jadi berbudidaya tanaman padi secara organik dengan teknologi NASA pola SRI lebih menguntungkan dibandingkan budidaya padi non – organik, apalagi jika petani mau menjual sendiri dalam bentuk beras, sehingga keuntungan akan jauh lebih tinggi. Selain itu juga aman untuk dikonsumsi manusia dan ramah lingkungan.